Name

Email *

Message *

Whistelblower dan Media Massa




Oleh : Iqbal Elhakim

   Dalam mengungkap suatu fakta kejahatan atau pelanggaran tidaklah mudah bagi seorang Whistleblower, Pada umumnya, Whistleblower akan melaporkan kejahatan di lingkungannya kepada otoritas internal terlebih dahulu. Namun seorang Whistleblower tidak berhenti melaporkan kejahatan kepada otoritas internal ketika proses penyelidikan laporannya mandeg. Ia dapat melaporkan kejahatan kepada otoritas yang lebih tinggi, semisal langsung ke dewan direksi, komisaris, kepala kantor, atau kepada otoritas publik di luar organisasi yang berwenang serta media massa.
Langkah ini dilakukan supaya ada tindakan internal organisasi atau tindakan hukum terhadap para pelaku yang terlibat. Hanya saja terdapat kecenderungan yang tak dapat ditutupi pula bahwa jika terjadi sebuah kejahatan dalam organisasi, maka otoritas tersebut bertindak kontraproduktif. Alih-alih membongkar, terkadang malah sebaliknya, menutup rapat-rapat kasus.
Di Amerika tepatnya di kota Boston, surat kabar harian The Boston Globe pernah mengungkap kasus pastor John Geoghan dari Keuskupan Boston yang telah melakukan pelecehan seksual terhadap ratusan anak-anak di kota Boston selama kurun waktu 30 tahun, kasus tersebut melibatkan banyak pastor dan lembaga Keuskupan Boston, serta lembaga peradilan dan kantor-kantor hukum, setiap korban yang melakukan penuntutan ke pengadilan, selalu kalah, hal itu karena kejahatan tersebut sudah terorganisir, dimana lembaga peradilan dan penegak hukum telah dikuasai oleh lembaga keuskupan, serta kantor-kantor hukum telah menerima aliran dana agar tidak mengusut kasus pelecehan seksual yang dilakukan para pastor. Kasus tersebut baru terungkap setelah The Boston Globe membentuk tim investigasi jurnalistik yang secara khusus menangani kasus pelecehan seksual tersebut, dengan upaya investigasi yang cukup lama serta peran Whistleblower yang memberikan informasi-informasi penting kepada tim investigasi, The Boston Globe berhasil mempublikasikan kasus yang tidak pernah tersentuh hukum tersebut. Dari contoh kasus tersebut dapat kita sadari peran media independen sangat penting dalam mengungkap kebenaran, media sejatinya merupakan instrumen penting bagi masyarakat agar mendapat informasi yang benar dan sesuai fakta, kendatipun tidak dapat dipungkiri banyak media-media mainstream yang di manfaatkan untuk kepentingan politik, tetapi itu bukan alasan untuk menutup mata terhadap hakikat media dalam mengungkap kebenaran.
Di Indonesia Kita lalu teringat pada sosok seperti Komisaris Jenderal (Komjen) Pol. Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI. Susno Duadji merupakan orang yang pertama kali membeberkan adanya praktik mafi a hukum yang menyeret Gayus H.P. Tambunan dkk kepada publik. Gayus Tambunan adalah pegawai Direktorat Keberatan dan Banding pada Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat kasus pencucian uang dan korupsi puluhan miliaran rupiah.
Dalam testimoninya yang disiarkan media massa, Susno Duadji mengungkapkan telah terjadi skandal rekayasa perkara yang membebaskan Gayus dari dakwaan pencucian uang. Skandal Gayus itu sendiri melibatkan seorang hakim pada Pengadilan Negeri Tangerang, jaksa senior, seorang petinggi Polri yang menjadi bekas bawahannya, dan ‘asisten’ Wakil Kepala Polri saat itu.
Posisi Susno Duadji dalam struktur Kepolisian RI sesungguhnya sangat kuat untuk mengungkap perkara Gayus. Hanya saja saking kuatnya tembok solidaritas di kalangan atasan maupun koleganya di Mabes Polri, laporan Susno terpental dan tak terselesaikan secara tuntas. Maka tak ada pilihan lain, Susno pun melontarkan pernyataan kepada otoritas di luar organisasi kepolisian yang sesungguhnya lebih berwenang. Susno membeberkan skandal Gayus ke media massa dan Satgas Pemberantasan Mafi a Hukum bentukan Presiden SBY.

Berdasarkan contoh kasus tersebut, peran Whistleblower sangat penting dalam mengungkap suatu fakta kejahatan atau pelanggaran yang melibatkan oknum penegak hukum, bahkan lembaga pemerintah yang lainnya yang memiliki kekuasaan untuk menyembunyikan fakta-fakta hukum serta menutup rapat-rapat kasus. Oleh karena itu Whistleblower di Indonesia perlu mendapat perlindungan dalam pemahaman yang luas, sebab Whistleblower memiliki banyak karakteristik dalam perannya mengungkap suatu fakta, dalam UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pasal 1 ayat 4 menjelaskan bahwa “Pelapor adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau keterangan kepada penegak hukum mengenai tindak pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi” sedangkan bagi pelapor yang menggungkap kejahatan ke public atau media massa tidak mendapat perlindungan.

No comments:

Post a Comment

 
Support by Blog &
Member of Kopizine and Loenpia.net